Kraton Karta

22 September 2021
Rifqi Fatoni
Dibaca 2.140 Kali
Kraton Karta

Keraton Karta adalah istana yang dibangun oleh Sultan Agung di Jawa Tengah pada awal 1600-an.

[1] Keberadaan keraton dan letaknya diketahui dari nama kerajaan Mataram, nama dusun di Plered, Bantul, Yogyakarta, kurang lebih 4 kilometer di sebelah selatan Kotagede. Karta adalah kompleks keraton Mataram selain Kotagede.

[2] Keraton ini terletak di selatan Yogyakarta dan Kota Gede, di sebelah barat keraton Plered yang dibangun oleh putranya, Amangkurat I.

Bangunan ini menjadi pos logistik Sultan Agung ketika ia berusaha berpisah dari keraton keluarganya di Kota Gede.

[3] Keraton Karta lebih dekat dengan pesisir dan memainkan peran penting dalam hubungan penguasa Mataram dengan Nyai Loro Kidul. Keraton ini diketahui terbuat dari kayu dan rawan terbakar.

[4] Keraton ini hangus dilalap api beserta reruntuhan kompleks keraton putranya di Plered.

Sumber : Wikipedia

 

Situs Kerto merupakan sebuah situs yang menurut sejarah pernah menjadi pusat Kraton Kerajaan Mataram Islam. Berada di Dusun Kerto, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul, tak banyak wisatawan yang mengenal tempat ini.

Padahal dulunya, situs ini menjadi tempat di mana Sultan Agung Hanyokrokusumo mengendalikan pemerintahannya dalam memimpin Kerajaan Mataram Islam. Termasuk dua penyerangan fenomenal terhadap Kompeni Belanda dalam usaha menaklukkan Batavia di tahun 1628 dan 1629. Saat Sultan Agung bertakhta di Kerta pulalah Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan.

Namun kini yang tersisa dari Situs Kerto hanyalah sebuah tanah kosong yang dipagari dan dua batu besar atau umpak yang berdiameter sampai 1 meter. Dua batu itu adalah penyangga saka guru bangunan utama Kraton.

Dibangun Oleh Sultan Agung

Situs Kerto merupakan saksi bisu keberadaan Kerajaan Mataram Islam. Dulunya, situs Kerta merupakan tempat berdirinya kraton yang dibangun Sultan Agung. Ketika pembangunan Kraton Kerto, Sultan Agung sementara tinggal di kraton ayah dan neneknya yaitu Kotagede.

Benda peninggalan yang dapat ditemukan di sana hanyalah dua buah umpak dari batu andesit yang berbentuk prisma terpancung. Dulunya jumlah umpak tersebut lebih dari dua. Namun, salah satu umpak yang ada di sana dibawa oleh Sultan Hamengkubuwono untuk pembangunan Masjid Saka Tunggal di Taman Sari dan umpak yang lain tidak diketahui.

Sumber sejarah yang menceritakan tentang Kraton Kerto sangatlah minim. Namun dalam catatan seorang ilmuwan Belanda bernama Jan Vos menceritakan, Kerto merupakan tempat yang cukup luas. Bukti peninggalan Kerto lainnya diperoleh dari sketsa yang dibuat oleh R van Goens yang memberikan gambaran tentang kondisi keruangan dari Kraton Kerto.

Dilansir dari Kemendikbud.go.id, sumber lain yang membahas Kerto diperoleh dari catatan Hendrick de Haen. Namun catatan itu lebih banyak membahas tentang peristiwa yang ditemui selama perjalanan dari Kerto pada tahun 1662 M.

Sayangnya, kini Kraton Kerto hampir tak bersisa. Hanya menyisakan pemetaan tanah kosong dan umpak besar, yang diduga sebagai pondasi tiang besar kraton.

Menjadi Pusat Pemerintahan Sultan Agung

Beberapa sumber sejarah menyebut nama Kerto dengan berbagai versi seperti Charta, Karta, Kerta, dan Kerto. Pada waktu Kerajaan Mataram Islam diperintah oleh Sultan Agung, kekuasaan Mataram Islam hampir meliputi seluruh Pulau Jawa. Selain itu Sultan Agung juga menjalin persahabatan dengan beberapa negara tetangga.

Namun informasi pusat pemerintahannya justru sangat minim dan masih misteri. Padahal keberadaan Kraton itu mempunyai peran cukup penting karena selama menjabat Sultan Agung bertakhta di sana. Walaupun sepeninggalnya pusat pemerintahan berpindah ke Pleret.

Pemberontakan Orang-orang Pajang Ke Mataram

Pada tahun 1617-1618, terjadi peristiwa pemberontakan yang dilakukan orang-orang Pajang terhadap Mataram. Setelah pemberontakan itu dapat teratasi, Sultan Agung memerintahkan penduduk Pajang untuk melakukan bedol desa dan pindah ke Kerto. Penduduk Pajang itu kemudian dipekerjakan untuk membuat batu bata.

Pembuatan batu bata yang cukup banyak itu kemungkinan besar digunakan untuk membangun Kraton Kerto dan fasilitas-fasilitas pendukungnya.

Kehancuran Kraton Kerta

Tak diceritakan bagaimana dinamika aktivitas yang pernah terjadi di Kraton Kerto. Babad Moana sendiri justru malah menceritakan tentang hancurnya istana tersebut.

Dilansir dari Kemendikbud.go.id, dalam babad itu diceritakan terjadi beberapa kali kebakaran di dalam Kraton yang menewaskan beberapa abdi dalem. Setelah terjadinya peristiwa kebakaran itu, Sultan Agung meninggalkan kraton yang telah rusak.

Pemerintahan Mataram Islam pun kerap berpindah. Dari Kerto ke Kraton Pleret, berpindah lagi ke Kartasura, hingga ada konflik dan membuat Kraton pindah ke Surakarta dan akhirnya terpecah menjadi dua, Kraton Surakarta dan Yogyakarta.

Sumber : Merdeka.com